Minggu, 23 Mei 2010

MEMBEDAKAN ANTARA ARAB (PENDUDUK KOTA)DAN ARAB PENDUDUK DESA)
Oleh : A. Muher

Dr. Toha Husein menggambarkan kehidupan di tengah jazirah Arab sebelum munculnya 1slam, "bahwa kehidupannya keras dan kejam, dan bahwa sistem kesukuan lebih banyak berpijak pada fanatisme katimbang pada yang lain, kecuali penduduk kota atau desa yang berkehidupan lebih luas dan mapan. Mereka tidak bepergian sebagaimana yang lain untuk merumput atau mencari makanan meskipun belum terbebas dari fanatisme".' Di antara kota kota atau kampung karnpung, dengan berbagai macam namanya, sebagaimana yang disebut oleh Dr. Toha Husein adalah Makkah, Thaif, Yatsrib, dan beberapa oase (wahat) di daerah Yamamah; minin tnya tempat tempat yang mapan itu dikembalikan pada kondisi alam semenanjung jazirah Arab yang berpadang pasir dan tidak adanya sungai sungai di sana. Ini merupakan salah satu sebab penting yang mendukung "berkembangnya kehidupan masyarakat Baduwi, banyaknya penduduk yang dikuasai oleh watak Baduwi,

1 Dr. Toha Husein, Mir'ah al Islam (Dar al Ma'arif, Mesir:

65

ahimya semangat individualistis, dan sikap saling bunuh membunuh antara sebagian suku dengan suku yang lain, sehingga tempat tempat yang berkembang (maju) dan tempat tempat yang memiliki sumber sumber air dan mata air menjadi sangat terbatas".' Demikianlahmasyarakat Arab sebelum lahirnya Islam terbagi menjadi masyarakat yang menetap di desa~desa dan masyarakat yang berpindah pindah (nomaden), dan dari sinilah muncul istilah semi kelas jika istilah itu benar antara penduduk kota, kampung, dan atau pusat pusat yang mungkin dapat dikatakan pusat peradaban (hadlariyah), dan penduduk Baduwi yang hidupnya berpindah pindah (nomaden) untuk mendapatkan makanan dari lokasi setempat. "Adapun penduduk Baduwi selalu bekerja sebagai pengrajin, bercocok tanam, pedagang, dan pelaut. Mereka hanya menggantungkan hidup pada hasil binatang peliharaan, memakan dagingnya setelah dirawat beberapa waktu, meminum air susunya, memanfaatkan bulunya sebagai pakaian dan menjadikannya tenda~tenda untuk berteduh. Apabila mengalami kesulitan (keterpaksaan), mereka memakan biawak, binatang sejenis tikus (ferboa), dan binatang sejenis marmut (Hyrax Syriaca). Mereka menggantungkan hidupnya pada alam. Di saat musim hujan mereka pergi merumput ke tempat tumbuhnya tanaman. jika musim. sudah berganti, mereka kembali ke tempat asalnya".' Penduduk yang menempati pusat pusat peradaban disebut dengan "al Arab", sedangkan penduduk Baduwi disebut dengan "al A'drib"atau "al A'rab". Seorang penyair mengatakan: "A'drib,
mereka yang mempunyai kemulyaan lewat kebohongan".

2 Abu Hasan Ali al Husna al Tadawi, al Sirah al¬
Nabawiyah, tentang pasal ThaWah al jazirah wa Affluhah (Dar al¬
Syuruq, Jeddah: Rabus Tsani 1397 H/ 1977 M), cet. 1, hal. 80
1 Ahmad Arnin, Fajr al Islam (Maktabah al Nahdlah al
Mishriyah), cet XIII, hal. 9

66

Bagaimanapun asal usul kata Arab, namun yang pasti kata itu menjadi jenis sebutan bagi generasi manusia. Mereka adalah penduduk kota. Sedangkan A'rab adalah penduduk desa desa yang berpindah pindah (nomaden) untuk mendapat makanan dan mencari perlindungan, dan orang yang dinisbatkan pada penduduk ini disebutan dengan "A'rabiy". Seorang drabi sangat bahagia jika dipanggil dengan: hai orang "arabiy", sementara seorang "arabiy" akan marah jika dipanggil dengan sebutan: hai 'Vrabiy" .4 Ibnu Qutai.bah berpendapat, bahwa "al A'rabiy merupakan sebutan yang lazim untuk penduduk desa (Baduwi)". Ibnu Khaldun adalah salah satu di antara segelintir orang yang menerangkan al drab atau penduduk BacluwL Ia berpendapat "bahwa penduduk Baduwi lebih dahulu ada dibanding dengan penduduk kota (al hadlar). Mereka merupakan masyarakat asal, lebih dekat pada kebaikan dan lebih berani katimbang penduduk kota (al¬hadlar). Penduduk Baduwi hanya ada (bertempat tinggal) pada suku suku yang penduduknya memiliki rasa fanatisme."5 Sejarah Islam menguatkan kebenaran pendapat Ibnu Khaldun karena mayoritas pasukan penaklukan berasal dari penduduk Baduwi (al a'rab). Inilah yang mendorong Dr. Toha Husein, sebagaimana yang telah disebut terdahulu, untuk menafsirkan pemyataan Umar bin Khattab: "masyarakat Arab adalah bahan (materi) Islarn", yakni bahwa mereka menjadi bahan bantuan pasukan dalam penaklukkan (Islam).
Betapapun demikian, pembedaan antara al arab (penduduk kota) dan al drab (penduduk desa) telah mapan (berkembang) di tengah tengah masyarakat Arab sebelum
CAT KAKI... 'Lembaga Bahasa Arab, Mujam Affiadz al Qur'an al Kariem, materi A R B (al Hai'ah al Mishriyah al Amah Ii al Kitab, t.t.) vol. II,

'Ibnu Khaldun, al Muqaddimah (Mathba'ah al Taqaddum al Amirah, Mesir: 1322 H), hal. 97 100

67
turunnya wahyu pada nabi Muhammad Saw., khususnya di wilayah wilayah yang berperadaban, di antaranya Makkah tempat awal Islam lahir, Yatsrib (Madinah) tempat ditegakkan Islam, dan tradisi ini terus berpindah ke dalam Islam. Dengan kata lain, bahwa Islam setuju dengan pandangan masyarakat Arab tentang pembedaan itu sebagaimana dalam karakteristik [ayat] berikut: "Orang orang Arab Baduwi (al drab) lebih sangat kekafiran dan kemunafikannya",' "Di antara orang orang Arab Baduwi (al a'rab) itu, ada orang yang memandang apa yang dinajWahkannya sebagai suatu kerugian 11,7 "Tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinah dan orang orang Arab Baduwi (al a'rab) yang berdiam disekitar mereka, tidak turut menyertai rasulullah Saw 11,8 "Orang orang Baduwi (al a'rab) yang tertinggal (tidak turut ke Hudaibiyah) akan mengatakan: harta dan keluarga kami telah merintangi kami, maka mohonkanlah ampun untuk kami"' dan "Katakanlah kepada orang orang Baduwi (al a'rab) yang tertinggal ... "10.
h nam Mujahid dan yang lain mengatakan, bahwa ayat
"sesungguhnya orang orang yang memanggil kamu dari luar kamar kebanyakan mereka tidak mengerti"II diturunkan berkaitan dengan orang orang Arab Baduwi (al a'rab) dari Bani Tamim. Muhammad bin Ishaq menyebut mereka dengan "orang orang yang tak bersepatu (Hufat) dari Bani Tamim. 1112
Dr. Sholeh Ahmad al Ali seorang pimpinan Lembaga Ilmu Pengetahuan Irak berpendapat, "sikap nabi

CAT KAKI... 6 Surat al Taubah: 97 7 Surat al Taubah: 98 1 Surat al Taubah: 120 9 Surat al Fath: 11 10Surat al Fath: 16 11Surat al Hujurat: 4 12 AI Wahidi al Naisaburi, Asbab al Nuzul (Mu'assasah al halbi wa Syirkahi, Mesir: 1388 H/1968 M)

Muhammad Saw. terhadap suku suku Baduwi yang bermukim di luar kota tidak kuat. Ini disebabkan karena tempat tempat mereka di luar kota membahayakan usaha beliau menyuguhkan semangat semangat keislaman kepada mereka, sebagaimana sikap behau yang lebih lunak dalam menggunakan otoritas untuk menghadapi mereka dan lebih sedikit memanfaatkan mereka dalam membela negara ketika dalarn keadaan genting. Ini tampak dalam beberapa ayat yang mendeskripsikan orang Arab Baduwi (al~A'rab) bahwa mereka "lebih sangat kekafiran dan kemunafikannya, dan lebih pantas untuk tidak mengetahui batas¬batas apa yang diturunkan AllaC dan "Orang Arab Baduwi (al A'rab) mengatakan, kami pereaya. Katakanlah, kalian tidak percaya, tetapi katakanlah kami menerima. Ketika iman masuk di dalam hatinya". 13 Kami menolak penafsiran ini. Meskipun di dalam penafsiran itu ada semangat pragmatisme yang mana kita menjauhkan al Qur'an dari semangat itu, namun ayat ayat yang di dalamnya terdapat kata "al A'rab" tidak membatasi mereka dengan "suku suku Baduwi yang bermukim di luar kota" sebagaimana pendapat penulis tersebut. Yang mutlak itu berlaku berdasarkan kemutlakannya sehingga ditemukan sesuatu yang membatasinya, dan dalam ayat ayat tentang "al A'rab" tidak ditemukan batasan itu yang mengharuskan kami mengatakan bahwa maksud ayat "al a'rab" adalah suku-suku yang berada di luar kota. Dan sebagaimana diketahui dari al Qur'an, ada kecermatan yang finitif. Ini dari satu sisi. Sementara pada sisi lain, bahwa bacaan bacaan buku tentang sejarah perjalanan nabi Saw. yang mulia menunjukkan kepada kita, bahwa di sana terdapat suku¬suku yang bersahabat dengan nabi Muhammad Saw.

CAT KAKI..... "Dr. Sholih Ahmad al Ali, al Daulahfi Ahdi al Rasul", Vol. 1, "Takwin al Daulah wa Tandzimiha", Mathbu'at al Majma'al llmi al lraqi, 1988, Baghdad lrak.

untuk melawan suku Quraisy. Suku suku itu sebatas melakukan persekutuan,, yakni tidak masuk ke dalam agama Muhammad, dan pada gilirannya tidak menerima semangat keislaman dan yang semisaInya. Ketika benar bahwa penafsiran Dr al Ali tidak memuaskan dan bertentangan dengan data~data sejarah yang kuat, maka penafsiran yang telah saya kemukakan itu lebih sahih.
Para al di Fiqh muslim menggali perbedaan mendasar antara al Arab dan al A'rab secara sekilas. Mereka berpendapat, bahwa al A'rab tidak berhak mendapatkan tanah (al Fai') dan harta rampasan perang (al Ghanimah), bahkan kesaksian mereka untuk membuktikan sebuah tuduhan digugurkan, dan bahwa status keimaman mereka atas orang Arab yang berperadaban (al hadlirah) ditolak.' Iman al Qurthubi dalam tafsimya menambahkan,'1)ahwa Abu Mujhz membenci keimaman orang Arab BaduM (al¬A'rab). Imam Malik, salah satu tokoh Mazhab terkemuka mengatakan, seorang al A'raby tidak boleh menjadi imam meskipun lebih fasih (aqra 1)11.15 Meskipun sudah ada hadist nabi yang menegaskan bahwa imarn sholat hendaknya diserahkan kepada mereka yang paling fasih membaca qur'an, yakni mereka yang paling hafal surat dan ayat¬ayatnya, tetapi kita dapat melihat Imam Malik semoga Allah merahmatinya telah melampaui hadist tersebut dan memberikan fatwa tentang ketidakbolehan keimaman orang al A'rab meskipun ia paling fasih (al Aqra 1).16 Tak heran, bahwa hal itu dikembalikan karena Imam Malik lahir di kota dan banyak mewarisi tradisi para pendahulu (al aslaf) dengan melihat al arab dengan pandangan picik.
CAT KAKI..... 14 Abu Bakar Muhammad bin Abdullah yang dikenal
dengan Ibn al rabi, Ahkam al Qur'an, Vol. 11, ditahqiq olch
Muhammad Ali al ajawi, 1407 H/ 1987 M, Dar al jail, Beirut, hal.
1005

`AI Qurthubi, "al fami' Ii Ahkam al Qur'an", tafsir surat
al Baro'ah atau at Taubah.
16 AI Qurthubi, "al fami'li Ahkam al Qur'an"

70

Tidak ada komentar:

Posting Komentar