Kamis, 13 Mei 2010

Mengagungkan bulan –bulan mulia

A. Muher[1]
Seluruh masyarakat arab menganggap bulan dzulqo’dah dzulhijah, muharram, dan rajab sebagai bulan mulia (al-asyhur al-hurum), karena bulan itu merupakan musim ibadah haji ke ka’bah di kota makkah, sebuah ka’bah yang paling besar dan disucikan. Musim haji tersebut dilakukan pada bulan dzulqo’dah, dzulhijjah dan muharram. Adapun bulan rajab merupakan bulan yang didalamnya dilaksanakan ibadah umrah. Ketiga bulan pertama berurutan, sementara yang terakhir (muharram) tidak berurutan. Adalah karena orang rab tidak diperbolehkan perang pada bulan itu kecuali dua suku, yaitu kha’sam dan thay’I, kedua suku ini membolehkan perang dalam setiap bulan.
Seringkali terjadi peperangan antar suku karena beberapa sebab, diantaranya bahwa perang dianggap sebagai mata pencaharian (rizki), dan karenanya disebut al-ghozwu (sesuatu yang dicari). Perang merupakan karakteristik (ciri) Khusus dalam kehidupan suku. Mereka menjadikan keempat bulan tersebut sebagai kesempatan untuk berhenti berperang, melakukan ibadah haji dan umrah. Islam dating melestarikan atau menetapkan tradisi pengagungan tersebut dan melarang berperang didalamnya, sebagaimana dalam sebuah ayat “ mereka bertanya tentang bulan agung (al-syahr al-haram), katakanlah Muhammad berperang dalam bulan tersebut adalah dosa besar”.[2] Dan ayat “hai orang-orang beriman janganlah kamu melanggar syi’ar-syi’ar allah dan kehormatan bulan-bulan mulia”.[3] Sampai sekarang kita mengenal istilah rajabiyah, yaitu ibadah umrah yang dilaksanakan dalam bulan rajab, oleh orang arab dinamakan al-fard, nama seperti itu juga dikenal di kalangan mereka.
1) Mahasiswa pascasarjana hukum islam uin sunan gunung djati bandung
2) Surat al-baqarah:194.
3) Surat al-maidah:2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar