Jumat, 21 Mei 2010

sejarah hukum islam

MEMBEDAKAN ANTARA ARAB DAN AJAM
Oleh : A. Muher
Orang Romawi (Romania) memandang dan menyebut orang selain mereka dengan "Barbar". Demikian pula orang Arab sebelum Islam sangat membanggakan diri dan menyebut orang selain mereka dengan sebutan Ajam (non¬Arab). Ajam adalah lawan Arab. Bentuk single dari kata Ajam adalah Ajamiy dan dalam bahasa orang Arab ajmah, sedangkan kata al Ajma' ber~rti binatang (al Bahimah). Sementara kata al A'Jam berarti orang yang tidak fasih dan jelas bicaranya meskipun ia sendiri berasal dari Arab. Setiap orang yang tidak mampu berbicara sama sekali disebut AYam dan Mustajam. Orang Arab menyebut seseorang yang tidak mengerti dan tidak marnpu berbicara dengan bahasa mereka dengan Ajam. AI Farra' mengatakan, bahwa al¬AJ*am adalah orang yang gagap hsannya meskipun ia berasal dari Arab, sementara al Ajamiy berarti orang yang memang asalnya bukan Arab (al Ajam). Dalam sebuah puisi dikatakan: la kasihan padanya atas sedikitnya kegembiraan Sebagaimana sekelompok orang orang Yaman kasihan pada seorang penggembala Habsyi (a'j*am) yang gagap bicara (thamthain) Kata al thamtham berarti orang yang tidak fasih berbicara, sementara kata al ajam (dalam puisi itu) dimaksudkan dengan seorang penggembala Habsyi yang tidak fasih berbicara. Kesuperioritasan orang Arab atas orang selain dirinya semakin terlihat jelas ketika mereka menyebut orang lain itu dengan.."al Ajam". Nama itu juga digunakan unt uk menyebut binatang (al baha'iiii). Seorang perempuan non Arab disebut dengan Ajma', sementara binatang juga disebut dengan Ajma'. Kebanggaan dan kesombongan orang Arab atas jenis keturunan selain dirinya telah melampaui batas, yaitu menolak hubungan perkawinan dengan orang non Arab, sekalipun ia scorang raja yang memakai mahkota. Sebagaimana diketahui, bahwa salah satu sebab terjadinya peperangan antara Persia dengan Arab yang terkenal dengan perang " Yaum Dzi Uqar", adalah karena Wman menolak untuk menjalin hubungan perkawinan dengan Kaisar yang telah mengirim seorang utusan kepadanya dengan seraya mengatakan: "Kaisar butuh seorang perempuan buat diri, anak, dan keluarganya. la meminta kemuliaanmu untuk menjalin hubungan perkawinan dengannya", lalu Wman membalas: "Bahwa yang dicari Raja tidak ada padaku". Dalam perang itu, orang Arab mendapat kemenangan atas Persia, dan itu sekaligus merupakan awal dari kesadaran nasionalisme yang dimiliki orang Arab. Para penyair Arab sangat membanggakan kemenangan itu dan melantunkannya dalam bait bait puisi mereka. A'sya Qois misaInya, menjelaskan dalam puisinya bagaimana mereka (orang Persia) menyerang: "Telinga orang orang Ajam itu memakai anting anting". Kata al nithaf dalam puisi itu dimaksudkan dengan anting anting (al iqrath). Qois tidak mengatakan Persia karena kata "al A'ajim" digunakan untuk menyamakan mereka dengan binatang binatang ternak (al¬hayawanat al ajtna'), karena mereka memakai anting anting di telinganya sebagaimana kaum perempuan yang kaya. Sebagian kaum kafir Quraisy menduga, bahwa nabi Muhammad Saw. pemah duduk di sebelah (belajar pada) sescorang untuk mendapatkan berbagai informasi yang kemudian beliau formulasikan dalam bentuk ayat ayat dan surat surat dalam al Qur'an. Identitas orang itu, nama, jenis, bahasa dan agamanya masih dalam perdebatan: Sebagian mengatakan, ia adalah seorang Nasrani yang bemama Jabar, seorang budak bani Khadlrami; Ada yang mengatakan, bahwa ia adalah seorang tukang besi yang bemarna BaYarn yang sedang membaca kitab Taurat; Ada lagi yang mengatakan, bahwa ia adalah Wisy, seorang anak dari Bani Mughirah yang membaca kitab kitab Ajam; Sementara sebagian yang lain mengatakan, bahwa ia adalah dua orang anak Nasrani, penduduk Ain al Tamr, yang satu bernarna Yasar dan satunya Jabar. APTsa'labi mengatakan, bahwa kedua anak itu bernama Nabat yang dijuluki dengan Abu Fakihah, dan Jabar yang membaca kitab Injil dan Taurat. AI DIahak berpendapat, bahwa anak itu adalah Salman al Farisi, dan pendapat ini jauh dari kebenaran karena ia tidak pernah bertemu dengan nabi Saw. Kecuali di kota Yatsrib (Madinah). Pertemuan nabi dengan seseorang itu disebut ketika turunnya ayat ke 103 dari surat al Nahl, "Dan sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka berkata: "sesungguhnya al Qur'an itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhaininad)". Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya adalah bahasa Ajam. Sedangkan AI Qur'an ini adalah bahasa Arab yang jelas". Maksud dari lisan seorang laki laki (dalam ayat itu) adalah bahasanya, yakni bahasa seorang laki laki sebagaimana yang dituduhkan oleh kaum kafir Quraisy bahwa ia telah mengajari nabi Muhammad Saw bahasa Ajam. Dalam surat Fusshilat dinyatakan "apakah ia (al¬Qur'an) berbahasa Ajam dan bahasa Arab?", dan surat al¬Syu'ara', "andaikan Kami menurunkannya (al Qur'an) pada sebagian orang orang Ajam". Sebagaimana telah saya sebutkan, bahwa Salman al Farisi tidak setuju untuk menjalin hubungan perkawinan dengan Umar bin al¬Khattab meskipun ia seorang yang mulia dan dicintai oleh Nabi Saw., serta menurut beliau ia termasuk ahlul bait. Sebabnya adalah jelas, sebagaimana sudah saya jelaskan, yaitu bahwa sebuah atsar telah menyatakan, '13ahwa budak bukan bandingan orang Arab", hadis nabi menyatakan "melukai al ajma'merupakan [perbuatanj perkasa", kata al¬ajma' di sini artinya binatang (al bahimah). Dan hadits nabi Saw. juga mengatakan: "shalat siang hari adalah ajma` yakni suaranya tidak boleh keras. Sikap mernbeda bedakan antara orang Arab dengan Ajam terus berlangsung. Pemerintahan Abbasiah direndahkan oleh para musuh musuhnya dengan sebutan "negara Ajarn" (al daulah al Ajamiyah), karena pernerintahan Abbasiyah tegak di atas pedang orang orang Khurasan yang mana mereka adalah non Arab (a'al'im). Bahkan mayoritas ibu kandung para pen timpin pernerintah Abbasiyah adalah budak budak Ajam (ajamiyat) dan jika mau kalian boleh mengatakan ajmawat. Ibu kandung khalifah al Mansur keturunan Barbar, ibu al Makmun keturunan Persia, ibu al Mahdi keturunan Romawi, ibu al Muqtadir, al Muktafi, dan al Nashir keturunan Turki. Para khalifah Abbasiyah banyak menjadikan menteri dari orang orang Ajam (al a'al*i . m), di antara mereka vang terkenal:
"Abu Ayyub Sulaiman bin Mukhlid al Mauriyani, Ya'qub bin Dawud bin Usman bin Thahman, Faidl bin Sholeh bin Kheiroeh, al Barmaki, Fadlal bin Sahal (seorang keturunan Persia Majusi, ayahnya seorang pengikut Zoroaster dari salah satu desa di Kufah, masuk Islam saat khalifah Harun ar Rasyid dan berhubungan dengan keturunan Barmaki)". Dari negara Abbasiyah sebagai negara induk, lahirlah negara negara Ajam, di antaranya: al Thahiriyah di Khurasan, al Shafariyah di Persia, dan al¬Samaniyah di Mesopotamia. Di mata orang Arab, peran yang dijalankan oleh pemerintahan Abbasiyah di dalam kebudayaan Arab Islam tidak dianggap. Khalayak umum di tengah tengah jalan di kota Baghdad memprotes langkah khalifah al Makmun seraya berteriak: "hai pimpinan umat Islam, lihatIah orang Arab Syam sebagaimana anda mehhat orang Ajam Khurasan", sebagai sindiran atas ibu kandtingnya yang berketurunan Persia Ajam. Bahkan anak anak dari kalangan terdidik mengikuti pandangan yang mendiskriminasikan antara orang Arab (al arab) dengan non Arab (al Ajam), Ialu mereka menulis beberapa buku tentang "Kebajikan kebajikan orang AraW' (Manaqib al Arab) dan "Kejelekan kejelekan orang Ajarn" (Matsalib al Ajam). Di antara mereka yang paling terkenal adalah Ibnu Qutaibah yang menulis sebuah buku yang bertajuk "'Melebihkan Orang AraW' (Tafdlil al Arab).11 Apa yang telah saya sebutkan itu bukan merupakan sesuatu yang menakjubkan karena tradisi dan kebiasaart orang Arab sebelum diutusnya nabi Muhammad Saw. terus berlangsung hidup di hati orang (generasi) yang hadir sesudahnya, bahkan senantiasa turun-temurun sampai sekarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar